Harimau sumatera (bahasa Latin: Panthera tigris sumatrae) adalah subspesies harimau yang habitat aslinya di pulau Sumatera,
merupakan satu dari enam subspesies harimau yang masih bertahan hidup
hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang
terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi Dunia IUCN.
Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di taman-taman nasional di Sumatera.
Harimau sumatera hanya ditemukan di pulau Sumatera. Kucing besar ini
mampu hidup di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan
pegunungan, dan tinggal di banyak tempat yang tak terlindungi. Hanya
sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional, dan sisanya
tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga
terdapat lebih kurang 250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di
seluruh dunia. Harimau sumatera mengalami ancaman kehilangan habitat
karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan
gambut dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan
pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas
pembalakan dan pembangunan jalan. Karena habitat yang semakin sempit dan
berkurang, maka harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat
dengan manusia, dan seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena
tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa
sengaja dengan manusia. Selain itu Perdagangan bagian tubuh harimau di Indonesia saat ini semakin
memprihatinkan. Penemuan tentang perdagangan harimau tersebut tercermin
dalam survei Profauna Indonesia yang didukung oleh International Fund for Animal Welfare (IFAW) pada bulan Juli - Oktober 2008. Selama 4 bulan tersebut Profauna mengunjungi 21 kota/lokasi yang ada di Sumatera dan Jakarta. Pada tanggal 7 Agustus 2009, Satuan Polhut Reaksi Cepat dan Satuan Sumdaling Polda Metro Jaya berhasil menggulung sindikat perdagangan kulit harimau di Jakarta.
Perdagangan bagian tubuh harimau di Indonesia adalah perbuatan kriminal, karena melanggar Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Berdasarkan pasal 21 dalam undang-undang nomor 5 tahun 1990 poin (d)
bahwa "setiap orang dilarang untuk memperniagakan, menyimpan atau
memiliki, kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi
atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau
mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam
atau di luar Indonesia". Pelanggar dari ketentuan tersebut dapat
dikenakan sanksi pidana berupa hukuman penjara maksimal 5 tahun dan
denda maksimum 100 juta.
0 Response to " "
Post a Comment